Duri, Bengkalis, KomenNews.com — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan Training Pengorganisasian yang diselenggarakan oleh Federasi Transportasi, Industri, dan Angkutan (FTIA) bersama Jejaring Serikat Pekerja Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI) dan Jaringan Ketenagakerjaan untuk Sawit Berkelanjutan (JAGASAWITAN). Kegiatan ini digelar pada 8–9 Mei 2025 di Grand Zuri Hotel, Duri, Bengkalis, Riau.
Ketua Umum DPP FTIA yang juga merupakan anggota PWI tingkat Madya serta Ketua PW-MOI DKI Jakarta, memimpin langsung pelatihan tersebut. FTIA sendiri merupakan afiliasi dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan International Transport Workers' Federation (ITF) yang berkantor pusat di London.
Ketua Bidang Pengembangan SDM GAPKI Pusat, Sumarjono Saragih, menyampaikan bahwa kegiatan pelatihan ini sejalan dengan semangat penguatan hubungan industrial di sektor kelapa sawit yang inklusif dan berkelanjutan. Ia menegaskan pentingnya semua pihak, baik pemberi kerja maupun pekerja, untuk mematuhi ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, termasuk UU No. 13 Tahun 2003, UU No. 6 Tahun 2023 (Cipta Kerja), dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sumarjono juga menyoroti kisah nyata dari lapangan, seperti Sugito, seorang petani sawit yang mengelola 48 hektar lahan dan mempekerjakan buruh kebun seperti Junaidi. Contoh seperti ini mencerminkan kondisi pekerja di sektor informal, yang mencakup sekitar 42 persen dari total 16 juta hektar lahan sawit di Indonesia. Sementara sisanya dikelola oleh perusahaan berbadan hukum yang tunduk pada ketentuan ketenagakerjaan formal.
Namun, hubungan kerja di sektor informal cenderung tidak terlindungi secara hukum, bergantung pada kesadaran individu pemberi kerja. Padahal, sektor sawit melibatkan sekitar 16,2 juta tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung (data Bappenas), dan menjadi bagian penting dalam rantai nilai sawit nasional.
Pasar global kini semakin menuntut kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan, termasuk perlindungan hak-hak pekerja. Regulasi seperti RSPO, ISPO, EUDR, dan CSDDD, serta prinsip ESG dan SDGs, semuanya mensyaratkan penerapan kerja layak dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Sayangnya, data BPJS Ketenagakerjaan per akhir 2024 menunjukkan masih rendahnya kepesertaan pekerja informal, hanya 9,9 juta dari total 45,2 juta peserta. Dari total penduduk bekerja lebih dari 139 juta orang (BPS 2023), mayoritas belum terlindungi jaminan sosial.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri Bahri, menggarisbawahi tiga fokus utama tahun 2025: peningkatan cakupan kepesertaan informal, kesinambungan program jaminan sosial, serta penguatan kelembagaan dan SDM BPJS.
Menanggapi situasi tersebut, GAPKI tak tinggal diam. Selain mendukung JAPBUSI dan JAGASAWITAN, GAPKI juga meluncurkan panduan pelindungan bagi Buruh Harian Lepas (BHL). Inisiatif kolaboratif bersama 10 federasi serikat buruh ini bahkan mendapat pengakuan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO).
Pada awal 2023, GAPKI dan JAPBUSI mendeklarasikan Jaga Sawitan, sebuah platform bipartit yang menjadi rumah bersama untuk dialog sosial dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan di sektor sawit.
Di tengah sorotan global dan tantangan domestik, pelatihan dan pengorganisasian serikat pekerja seperti yang dilaksanakan FTIA menjadi langkah penting dalam memperkuat keberlanjutan sektor sawit. Pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, dan lembaga jaminan sosial dituntut untuk bahu-membahu memperluas perlindungan sosial bagi pekerja sawit, khususnya yang berada di sektor informal. (Red)
Posting Komentar