GAPKI Pusat Dukung Pelatihan Pengorganisasian Buruh Sawit: Dorong Sawit Berkelanjutan Lewat Kolaborasi

Duri, Riau – Komennews.com
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat menyatakan dukungan penuh terhadap kegiatan Pelatihan Pengorganisasian yang diselenggarakan oleh Federasi Transportasi, Industri dan Angkutan (FTIA) bersama Jejaring Serikat Pekerja Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI) dan Jaringan Ketenagakerjaan untuk Sawit Berkelanjutan (JAGASAWITAN). Kegiatan ini berlangsung pada 8–9 Mei 2025 di Hotel Grand Zuri Duri, Bengkalis, Riau.

Ketua Bidang Pengembangan SDM GAPKI Pusat, Sumarjono Saragih, menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan langkah penting dalam memperkuat perlindungan hak-hak buruh dan memastikan bahwa sektor sawit Indonesia tumbuh secara inklusif dan berkelanjutan.

"Semua hak dan kewajiban pekerja serta perusahaan harus dipatuhi oleh kedua belah pihak, baik pemberi kerja maupun buruh. Ini adalah fondasi menuju industri sawit yang berkeadilan," ujar Sumarjono.

Kisah Sugito dan Tantangan Buruh Informal

Dalam paparannya, Sumarjono menyoroti kisah Sugito, petani sawit mandiri yang memulai usaha di tahun 2002 dengan lahan 1,5 hektare, dan kini mengelola 48 hektare. Sugito kini mempekerjakan buruh tani seperti Junaidi (53), yang bekerja dan tinggal di kebun. Ini mencerminkan fakta bahwa 42% dari total 16 juta hektare lahan sawit nasional dikelola oleh petani mandiri. Sisanya 58% dikuasai oleh perusahaan berbadan hukum.

Namun, tantangan utama di sektor petani mandiri adalah hubungan kerja yang informal, tanpa perlindungan hukum ketenagakerjaan yang memadai, seperti diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 atau UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2004 pun masih sulit dijangkau.

Tuntutan Pasar Global dan Regulasi Ketat

Dengan meningkatnya tuntutan pasar global atas kelapa sawit yang berkelanjutan, isu perlindungan buruh menjadi semakin krusial. Sertifikasi RSPO, ISPO, serta regulasi ketat dari Uni Eropa seperti EUDR dan CSDDD menempatkan aspek sosial (S) dalam ESG sejajar dengan aspek lingkungan (E).

"Keberlanjutan sawit Indonesia bukan hanya soal lingkungan, tapi juga perlindungan pekerja," tegas Sumarjono.

Kolaborasi GAPKI, Serikat Buruh, dan Lembaga Internasional

GAPKI aktif mendorong perbaikan dengan pendekatan kolaboratif. Salah satu capaian penting adalah pendirian platform bipartit “JAGASAWITAN” pada awal 2023 bersama JAPBUSI. Inisiatif ini mendapat apresiasi dari ILO dan bertujuan mendorong kerja layak di sektor sawit.

Namun, pertanyaannya tetap: apakah langkah ini cukup menjangkau jutaan pekerja informal sawit?

Data Jaminan Sosial: Tantangan dan Peluang

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga akhir 2024 jumlah peserta terdaftar mencapai 45,2 juta, namun pekerja informal hanya 9,9 juta. Padahal BPS mencatat lebih dari 139 juta penduduk bekerja, mayoritas adalah pekerja informal.

Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri Bahri, menyebutkan bahwa perluasan kepesertaan pekerja informal, khususnya di sektor sawit, adalah salah satu prioritas tahun 2025. Tetapi keterbatasan organisasi dan jangkauan BPJS menjadi tantangan.

Peran Pemerintah Daerah dan Rantai Nilai

UU No. 23 Tahun 2014 dan berbagai Inpres telah menugaskan pemerintah daerah untuk melindungi pekerja. Namun, implementasi masih minim, khususnya bagi pekerja informal. Perlu strategi kolaboratif lintas aktor di dalam ekosistem sawit.

"Korporasi sawit bisa menjadi mitra strategis dalam menjangkau pekerja informal. Semua aktor di rantai nilai punya tanggung jawab hukum dan moral untuk mewujudkan sawit berkelanjutan," tambah Sumarjono.

Pelatihan FTIA dan Harapan May Day 2025

Pelatihan yang digagas FTIA—afiliasi KSBSI dan ITF (berkantor pusat di London)—menghadirkan berbagai pemangku kepentingan. Ketua Umum DPP-FTIA juga menjabat sebagai Ketua PW-MOI DKI Jakarta dan Pemred Komen News.
Semangat pelatihan ini sejalan dengan perjuangan memperbaiki nasib buruh di sektor strategis nasional. Melalui upaya ini, May Day 2025 diharapkan menjadi momentum untuk mendorong jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai hak dasar seluruh buruh sawit, baik formal maupun informal.

"Mengurus sawit berarti mengurus masa depan Indonesia. Perlindungan sosial adalah fondasi keadilan sosial dan daya saing global kita," tutup Sumarjono Saragih, Chairman Founder Worker Initiatives for Sustainable Palm Oil (WISPO).
(M.Arif.Bst, kaperwil Banten)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama